Ibu, bisa gak yah…

sumber gambar : DuniaPustaka.com Tempat Download Buku Gratis
Seorang anak kecil duduk dipingir trotoar. Kemeja putihnya berwarna kecoklatan karena debu yang tak hentinya beterbangan, menempel di kemeja yang basah oleh keringat. Tubuhnya kecil, hitam tak terawat. Celana pendek warna merah yang selalu ia pakai sejak 3 tahun lalu, saat pertama kalinya masuk dan terdaftar sebagai siswa sebuah sekolah dasar.

Tertunduk layu menatap keranjang bawaannya. Keranjang kecil, isinya beberapa bungkus susu murni titipan seorang peternak sapi. Awalnya ada 30 bungkus, sekarang masih ada 25 bungkus lagi. Tiga bungkus berhasil ia tukar menjadi uang 3ooo rupiah, dan dua lagi sebagai bayaran rasa lelahnya setelah 2 jam berjalan.

Ia tawarkan dagangannya itu setiap ada orang yang lewat didekatnya. Namun, dari begitu banyak orang berdasi, berkemeja rapih, berwajah cantik, tak satupun yang mau menyisihkan 1000 rupiah saja uangnya untuk membeli dagangannya itu. Mereka hanya melirik dengan tatapan merendahkan, tapi ia tak pernah sekalipun merasa layak dibilang orang rendahan.

Ibu bilang, “nak, jangan pernah merasa rendah diri selama yang kamu lakukan itu halal dan bermanfaat untuk orang lain.. dan sekalipun banyak yang merendahkanmu, jangan pernah sekalipun merendahkan orang lain

Setiap kali ia jatuh, lelah dan penat dengan rutinitas hariannya itu, saat itu pula ia selalu teringat nasihat-nasihat ibunda tersayang. Wanita paling paling paling cantik dan baik yang selalu ada kapanpun ia butuh. Ibu mengajarinya sopan santun, menghargai orang lain, tolong menolong, bertahan hidup, juga mengajari berdo’a, mengaji dan sholat.

Ibu bilang, “nak, kita boleh dibilang miskin, tidak seperti orang-orang bermobil dan berumah mewah disana, tapi, itu kata orang, Allah tidak melihat harta kita, tapi iman dan kesungguhan kita mencintai-Nya

Rasa lelah pun hilang. Ia kembali berdiri, dan melanjutkan perjalanan, menawarkan bungkusan-bungkusan putih itu. Ia tawarkan kepada sopir angkot, tukang beca, orang-orang yang belanja di warung, tukang ojek, anak-anak sekolah, orang-orang berseragam, bapak-bapak yang pake mobil mengkilap.

Lalu berjalan terus menyusuri komplek perumahan, ada ibu-ibu yang sedang asyik bermain dengan anaknya, atau Cuma duduk-duduk mengobrol dengan ibu-ibu yang lain. Siapapun orangnya, selalu ia tawari, karena menurutnya setiap orang itu baik.

Keringat terus mengalir membasahi kemeja putih dan celana merahnya. Tak terasa, ia pun sampai di ujung perjalanannya. Didepannya, nampak sebuah banguan sederhana namun indah dan tenang, lantainya bersih. Ia duduk disebuah tangga kecil, dekat pintu masuk. Ia letakkan keranjangnya, iseng ia hitung isi keranjangnya itu. Masih 25, bisik hatinya.

Sambil melepas lelah, ia tengadah, menatap langit senja yang indah. Ia berusaha mengingat wajah seorang wanita luar biasa yang selalu memberinya semangat. Orang lain memanggilnya mamah, mom, mother, nyokap.. tapi ia lebih memilih memangilnya ibu. Seutas senyum pun terlukis diwajahnya.

Setelah puas menggambar wajah wanita paling ia sayangi di langit senja, bergegas ia mengeluarkan semua bungkusan susu murni, lalu ia mengambil sebuah pelastik hitam yang sengaja ia simpan di bagian paling bawah keranjang. Ia mengeluarkan isi pelastik itu, beberapa buku sekolah beserta alat tulisnya, dan sebuah sarung hadiah pertama dan terakhir yang pernah ia dapatkan saat ulang tahunnya yang ke-9, setahun yang lalu.

Setelah mengambil sarung, ia rapihkan kembali keranjangnya. Lalu ia simpan di tempat yang aman. Setelah itu, bergegas ia mengambil air wudhu, lalu mamakai sarungnya. Ia berdiri didekat sebuah mimbar, diatas sajadah yang biasa dipakai seorang imam. Sigap ia mengambil mic, dan menyalakannya. Tak lama kemudian, kumandang Adzan pun bergema di masjid itu. Lantunan suara nan indah dari seorang bocah.

Lalu, Orang-orang berkumpul, tua dan muda, berbaris rapih dibelakang imam. Mengikuti gerakan imam dari takbir hingga salam. Setelah selesai, sebagian orang segera keluar, meninggalkan masjid itu, tinggal beberapa orang tua, yang tak lama kemudian pun pergi meninggalkan masjid. Sekarang, hanya tinggal ia sendiri, anak kecil yang hitam dengan kemeja lusuh, duduk khusyuk diatas sajadah.

Sengaja ia menunggu saat semua orang pergi, karena saat itulah, saat sendiri, ia bisa berdo’a dengan sepuas hatinya.

Tangannya mengadah ke atas, bersiap untuk berdo’a. Sebelum do’a ia panjatkan, ia teringat saat mengobrol dengan ibunya..

“Bu, bisa gak yah ade punya mobil?”

“insyaAllah bisa nak..”,

“Bu, bisa gak yah ade punya pesawat?”

“insyaAllah bisa nak”

“Bu, bisa gak yah ade jadi Professor”

“insyaAllah bisa nak”

“Jadi presiden, bisa?”

“InsyaAllah ade bisa jadi presiden”

“Kalau jadi artis? Bisa juga?”

“InsyaAllah bisa.. jadi apapun juga..”

“hehe.. jadi ganteng bisa yah bu… ?”

“Loh, sekarang aja udah ganteng,,”

“Jadi ade bisa jadi semua yang ade inginkan?”

“InsyaAllah bisa anakku sayang”

“kok insyaAllah terus sih bu?”

“Nak, kita bisa jadi apapun yang kita inginkan selama kita terus berusaha dan berdo’a. Selama niat kita baik, dengan ijin Allah, pasti terwujud”

Perlahan, air mata menetes di pipinya. Kenangan saat-saat bersama ibunda tercinta selalu membuatnya sedih. Rasa rindu yang tak terhingga meluap dalam dada. Lalu, ia pun mulai berdo’a..

Ya Allah, ade sayaaaang banget sama ibu. Ade kangeeeeen banget sama ibu.. ya Allah, ade nitip ibu disana yah, jagain yah, jangan dimarahin yah, jangan dicuekin yah. Ibu tuh baik banget, sayang banget sama ade… Ya Allah, titip pesen buat ibu, ‘makasih buat semua yang ibu berikan, insyaAllah ade bisa jadi anak yang membuat ibu bangga.. amin”.

6 thoughts on “Ibu, bisa gak yah…

  1. Bagi kita yang jauh dari orang tua dan tidak bisa menjaga mereka selalu dan senantiasa berdoa semoga otang tua kita tetap beada dalam lindungan Allah SWT, Amin..

Leave a reply to Jefry Cancel reply