Misteri gunukan tanah hitam

Bisnya terlambat lagi! Ini bukan kali pertama angkutan itu berjalan lamban dan berhenti lama dipersimpangan jalan. Alasannya menanti penumpang, padahal tak ada orang. Sebal, kesal, geram semuanya ku tahan. Daripada dipaksa turun, lebih baik aku diam dan menikmati alunan lagu dari handphone sambil berusaha tidur. Untungnya, aku sampai tidak terlalu malam.

Setelah turun dari bis, aku berjalan menuju kosan yang tak jauh dari sekolah, tempat aku bekerja. Disepanjang jalan berjejer rumah-rumah kecil, warung dan tempat fotocopy, juga beberapa gerobak dagang. Aneh, sudah beberapa kali aku pulang malam, tapi baru kali ini jalanan begitu sepi.

Beberapa saat sebelum tiba didepan sekolah, aku berhenti menatap orang-orang bermantel hijau terang yang sedang berdiri didepan gerbang. Aku tahu siapa mereka, polisi. Tapi, apa yang mereka lakukan disini, bisikku dalam hati. Sejenak, mereka tampak menatap heran padaku. Wajar, karena malam itu aku memakai setelan sweater dan jeans hitam, dengan tas besar yang hitam pula.

Lalu aku berjalan kembali, berusaha untuk tidak menghiraukan mereka. Tanpa aku sadari, salah seorang polisi mengikutiku dari belakang, ia mempercepat jalannya seolah ingin mengejarku. Ia memanggilku, tapi aku terus berjalan. Entah kenapa, malam itu, aku tak ingin berurusan dengan mereka.

Suara langkah dibelakangku semakin cepat, mereka mengejarku. Aku pun berlari, berusaha sebisa mungkin menghindari mereka. Salah seorang dari mereka berteriak, “Tangkap orang itu!!”. Entah apa yang ada dipikiranku, saat itu aku terus berlari dan menghindar. Tapi mereka tetap mengejarku, hingga sampai disebuah rawa, aku bersembunyi dibalik rumput yang tinggi. Mengintip dicelah celah dedaunan, aku melihat orang-orang bermantel hijau menyala itu sepertinya kehilangan tangkapannya. Lega rasanya saat mereka berbalik arah dan kembali kesekolah.

Saat itu, aku merasa sangat bodoh, kenapa pula aku harus berlari dan menghindar, toh aku tidak salah apa-apa. Dan yang membuatku heran, kenapa malam-malam begini ada polisi disekolah.

Belum sempat aku berdiri, tiba-tiba ada yang memegang pundakku. Bau busuk tercium. Seketika, jantungku berdegup hebat, darahku mengalir cepat, tubuhku kaku dan berat untuk bergerak.

“Pak, lagi apa disini?”, terdengar suara seorang pria yang sudah akrab ditelingaku. Lalu aku menoleh, ternyata ia bukan polisi atau hantu yang tadi sempat terbayang dipikiranku. Ia seorang laki-laki, yang rumahnya tepat disebelah sekolah tempat aku bekerja. Badannya besar dan kulitnya kehitaman. Ia mengenakan setelan kaos oblong putih, celana jeans lusuh dan sepatu bots yang dipenuhi noda tanah.

“Disini gak aman pak, banyak ular. Ayo mampir kerumah saya aja”, ajaknya.

Aku pun mengikutinya dari belakang dan berusaha menjaga jarak, entah kenapa laki-laki ini berbau tidak sedap. Kami berjalan melewati sebuah lapangan tua. Kemudian, ia berhenti dan mengambil sebuah cangkul didekat tumpukan tanah hitam. “Baru dari sawah tadi..”,katanya sambil tersenyum dingin. Aku tanggapi seadanya saja. Tak berapa lama, kami sudah sampai disebuah rumah kecil tak jauh dari lapangan itu. Rumah itu terletak dibersebrangan dengan sekolah, jadi darisana aku bisa melihat polisi yang mengenakan rompi hijau menyala sedang berjaga.

Laki-laki itu datang membawa secangkir teh hangat, aromanya sangat nikmat. Ini pasti teh tong tji, bisikku dalam hati. Setelah meneguk teh hangat itu, aku pun memberanikan diri untuk bertanya. “emang ada apa disekolah pak, kok banyak polisi?”.

Ia terdiam sejenak, menatap kearah sekolah. “Ada pencurian”, jawabnya singkat.

“hah!, pencurian? Kok bisa pak? Emangnya gak ada yang jaga?”, tanyaku heran.

“gak tau juga pak, biasanya ada, tapi katanya penjaga malamnya gak dateng.”, jawabnya.

“Oh gitu yah”, kembali aku minum teh hangat itu. Sambil menatap polisi yang sibuk mengobrol, dan sebagian lagi terlihat sedang berkeliling sekolah. Mungkin mereka mencari barang bukti atau yang lainnya. “Emang, barang apa yang hilang pak?”, tanyaku kembali.

“Uang sekolah”, jawabnya singkat.

“Berapa?”, tanyaku.

“Gak tau juga yah, mungkin sekitar 40juta atau lebih”, jawabnya.

“Wah, gede juga.. bisa rame neh besok”, aku menanggapinya dengan sedikit bercanda. Tapi, dia nampak diam dan dingin. Hanya membalas dengan senyuman seadanya.

6 thoughts on “Misteri gunukan tanah hitam

Leave a reply to Eva Cancel reply